BEM STAIMAFA Bedah Buku “Laskar Ulama Santri”

Pati, Kamis (10/4) Narasi sejarah Indonesia saat ini lebih banyak dibelokkan oleh penguasa orde baru (orba). Sejarah Indonesia yang disusun rezim Soeharto masih bertahan hingga kini. Kelompok pesantren dan komunitas lain, tidak banyak mendapat tempat dalam ruang politik negeri ini. Untuk itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pengembangan Masyarakat Islam STAI Mathali’ul Falah (STAIMAFA) menyelenggarakan bedah buku “Laskar Ulama Santri dan Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949)” karya Zainul Milal Baidhowie. Bertempat di auditorium STAIMAFA, agenda ini menghadirkan penulis buku, Munawir Aziz (peneliti dan kolumnis) dan H. Abdul Ghoffar Rozien, M. Ed (Ketua STAIMAFA).
Karya Milal ini ingin meluruskan kembali sejarah nasional Indonesia, yang saat ini sudah dibelokkan oleh kekuasaan orba, melalui tim kerja Nugroho Notosusanto. “Sejarah Nasional Indonesia tidak memberi ruang bagi kalangan pesantren dalam perjuangan nasional. Padahal, jelas sekali peran ulama dan santri luar biasa besar dalam menjaga NKRI,” terang Milal.
Munawir Aziz, Abdul Ghaffar Rozien, M. Ed, Zainul Milal Baidhowie dan moderator.  Foto kanan-kiri
Munawir Aziz, Abdul Ghaffar Rozien, M. Ed, Zainul Milal Baidhowie dan moderator.
Foto kanan-kiri
Selanjutnya, Milal mengungkapkan bahwa saat ini, pertarungan kepentingan untuk melemahkan Indonesia luar biasa. “Jika mau menghancurkan negara, sekarang tidak usah berperang. Cukup dengan melenyapkan dan membelokkan sejarahnya, maka pelan-pelan akan hancur sendiri”, tegas Milal. Hadirnya buku ini merupakan usaha untuk mengetengahkan kembali peran ulama dan pesantren dalam perjuangan nasional.
Di sisi lain, Munawir menyampaikan tentang pesan penting di balik buku. “Sebetulnya, banyak sekali ulama-ulama yang berjuang pada masa perang Diponegoro dan perang kemerdekaan pada 1945. Akan tetapi hal ini tidak kelihatan karena naskah-naskah sejarah yang ada tidak banyak memberi tempat bagi kiprah ulama,” ungkap Munawir yang sedang melakukan riset tentang kajian pesisiran.
Selain itu, narasi pengetahuan Indonesia juga tidak menyebutkan ulama-ulama sebagai penegak perjuagan kemerdekaan. “Sudah saatnya, sejarah dan pengetahuan di Indonesia, diluruskan dengan informasi dan publikasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Santri dan kaum pesantren bukan penumpang, tapi pemilik sah Indonesia,” tegas Rozien.


Buku karya Milal mengisahkan tentang perjuangan ulama dan santri pada perjuangan kemerdekaan awal abad 20. Hal ini yang tidak banyak diulas pada buku-buku sejarah nasional. (Farid Abbad/Mukhamad Zulfa)