Sejarah BEM Pesantren Se-Indonesia


Halaqoh BEM Pesantren merupakan forum komunikasi lintas kampus yang bernaung di bawah yayasan perguruan tinggi berbasis pesantren dan menjadi satu-satunya wadah yang mengakomodir secara kelembagaan pesantren-pesantren yang memiliki Perguruan Tinggi. Karena munculnya sebuah tren akademik dimana lembaga yang secara historis merupakan lembaga non formal seperti pesantren, dituntut mengikuti tren akademik untuk memformalkan lembaga-lembaga pendidikanya, termasuk lembaga setingkat Perguruan Tinggi, maka munculah istilah "Mahasantri" atau Mahasiswa Santri, yang kemudian muncul juga semboyan “Santri yang Mahasiswa, Mahasiswa yang Santri”.
Gagasan ini pertama kali muncul di Lamongan Jawa Timur, tepatnya di Pondok Pesantren Sunan Drajat, yang bermula dari diskusi kecil-kecilan, kemudian bermuara pada gagasan kongkrit membentuk kegiatan yaitu Halaqoh BEM Pesantren Se-Jawa Timur pada tanggal 24 Juni 2014 di auditorium Ponpes Sunan Drajatyang bertepatan juga dengan Pelantikan Kabinet BEM Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) periode 2014 - 2015. Pada saat itu hanya dihadiri oleh sedikit kampus, terhitung hanya 6 kampus pesantren yang datang pada acara tersebut sehingga masih belum berani mendeklarasikan diri sebagai organisasi dikarenakan sedikitnya Delegasi Kampus pesantren yang datang.
Setelah itu gagasan ini ditindak lanjuti oleh Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren Tebu Ireng. Tepatnya pada tanggal 23 - 24 Februari 2015, diselenggarakan Muktamar Halaqoh BEM Pesantren ke 1. Sebanyak tak kurang dari 25 BEM perguruan tinggi se-Jawa Timur hadir di dalamnya. Di forum inilah dideklarasikan organisasi Halaqoh BEM Pesantren se-Jawa Timur. Istilah “Halaqoh” dipakai untuk lebih mencirikan organisasi dengan nilai-nilai keislaman dan kepesantrenan. Dirumuskan pula di dalamnya AD/ART serta perangkat keorganisasian yang dibutuhkan.
Kemudian Halaqoh BEM Pesantren melakukan rutinitasnya dengan Mengadakan silaturahmi (forum) selanjutnya di STAI Luqman al-Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Dihadiri tak kurang dari 10 BEM perguruan tinggi Pesantren dan disepakati penyelenggaraan Muktamar selanjutnya di Universitas Darussalam Gontor. Disepakati pula pengembangan Halaqoh dari lingkup regional Jawa Timur menjadi nasional.
Lalu pada 29 April - 1 Mei 2016 terselenggara Muktamar Halaqoh BEM Pesantren se-Indonesia pertama, yang juga merupakan penyelenggaraan muktamar kedua di Universitas Darussalam Gontor dengan dihadiri oleh 34 BEM Pesantren se-Indonesia dan disepakati revisi AD/ART, rekomendasi, dan juga kepengurusan tingkat nasional. 
Dan baru-baru ini, tanggal 23-25 April 2017 kemarin dengan penuh sukacita Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati menjadi tuan rumah untuk acara Muktamar Halaqoh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pesantren se-Indonesia yang ke II. Disini pula Presiden BEM IPMAFA, Ahmad Nurrudin terpilih sebagai presidium nasional (Rois 'Am) untuk memimpin para “Gus” dan “Ning”, istilah panggilan yang disepakati bagi para mahasiswa santri, dalam memperjuangkan Halaqoh. Dengan dibantu oleh BPH berupa sekretaris, bendahara, korwil (niqobah), dan nisaiyyah, ia siap membawa mahasiswa santri se-Indonesia untuk berkiprah dan berkontribusi dalam percaturan gerakan mahasiswa nasional yang tentunya harus mengusung NKRI di dalamnya, dan itu tidak boleh dibantah maupun ditawar.
"Berbicara tentang BEM tentu tidak lepas dari pergerakan. Kita tahu negeri ini pergerakannya selalu diawali dari kampus, sedangkan negeri ini merdeka diinisiasi oleh santri. Hal itulah yang kami harapkan bisa disatukan." tegas KH Abdul Ghoffar Rozin, selaku Rektor Ipmafa dalam sambutannya.
Dalam langkah awalnya ini, pihaknya berpesan agar gerakan BEM tersebut dapat menguatkan konsolidasi internalnya. Khususnya, untuk mengerucutkan visi misi dan haluan organisasi.